Hmm *bangga sm judul sendiri :P
Minggu malam dan seharusnya saya mulai mengerjakan skripsi saya,
tapi entah kenapa lagi-lagi penyakit itu datang.. Begitu membuka laptop,
langsung setel mv (music videos) sama online. Niat mau nyari bahan, eh malah
buka blogger, twitter, dan facebook. Googling pun lantaran nyari info tentang
artis idola. Ya salam..
Kemudian, ketika saya sedang menelusuri metamorfosis bung Poconggg
lantaran tertarik sama blognya (hmm, sejak kapan dia jadi artis yah?), GOM
(software penyetel mv) mainin video saya dan temen-temen jaman SMA. Wah. Wah.
Wah. *berlebihan*
Nggak mau ketinggalan, saya pun mengikuti sampai kelar video saya
dan cs waktu kelas 3 SMA, kebetulan sejak kelas 2 kelas kami nggak pernah
berubah. Video itu bikinan seorang teman yang menggilai urusan edit mengedit video sekaligus
kameramen, sebut saja Reza *daripada manggil nama lengkapnya :D
Well, si Reza ini berhasil ngedit sepicis-sepicis video menjadi
satu film pendek mengenai perjalanan kami. Walau masih amatir, tapi saya
pribadi merasa terhibur *good job Za. Disebutkan, bagaimana kami bersuka cita
setelah berhasil melewati hari-hari usai uas di ruang kelas 2 kami yang panas
dan gersang. Kemudian ketika kami mendapatkan warisan berupa kelas yang kotor
namun bertekel -maklum, pas kelas 2 masih plester- sewaktu menginjak kelas 3
dan karena urusan lomba HUT sekolah terpaksa kami membersihkan, mengecat ulang
dindingnya dan mewarnai atapnya dengan pola chess board -bedanya yang ini warna
ungu muda nyrempet biru-biru gitu.
Setelah hari yang melelahkan itu kami masih menyiapkan kado
terindah untuk SMA cinta. Apakah itu sodara-sodara?
Dance.
Kalo dipikir-pikir, hebat juga kami. Padahal pada masa-masa itu
belum ada demam K-pop tapi kami sudah mengadopnya dulu. Jangan-jangan, justru
K-pop lhah yang mengadopnya dari kami??? Hwkwkwk -sombong gak ketulungan,
narsis gak kesampaian.
Joget-jogetlah kami satu kelas. Hmmm. Dengan hentakan kami,
ternyata bisa menaikkan atmosfir lapangan sekolah yang mendadak gersang itu.
Hwkwk. Banyak dari anak-anak kelas 3 yang ikutan joget -dalam hati mungkin. Dan
banyak anak-anak dari kelas 2 dan 1 yang cuman duduk ngeliatin -iri kali ya.
Tapi meski cuman dapet juara 2, saya rasa kalo ada kejuaraan bidang kebersamaan
kami lah pemenangnya. Hehe
Melihat video itu, saya pun berpikir. Betapa kekanakannya kami,
betapa masih bayinya kami. Padahal ketika jaman SMP dulu, saya selalu ngeliat
mereka yang berseragam abu-abu putih adalah orang dewasa yang keren. Mereka
yang bebas mau ngapain, bisa ngambil keputusan dengan baik, dan bertanggung
jawab.
Tapi begitu saya duduk hari ini dan sedang menggalau berat
lantaran skripsi ini, kenapa kami sewaktu SMA begitu kekanakan? Seolah-olah
ketika melihat anak-anak SMA dalam posisi saya yang sekarang ini, 'wah imutnya
masih SMA..'
Dan maka, orang yang lebih dewasa dari posisi saya sekarang
sebagai mahasiswa adalah mereka yang sudah bekerja. Pun mereka yang jauh lebih
berumur atau seumuran. Kenapa? Karena mereka punya pengalaman di dunia
sebenarnya. Karena saya sebagai mahasiswa rasa-rasanya masih dituntun para
pengajar walau dengan tingkat pressing yang berbeda ketika masih bersekolah.
Aiihhh.
Perasaan ini sama ketika once upon a time pas kelas 3 SMA semester akhir banyak mahasiswa-mahasiswa dari perguruan tinggi yang mempromosikan jurusan maupun universitasnya. 'Wahhh, dewasa banget ya mereka.. Mereka ngekost sendiri lhoh, mereka merantau lhoh, jauh dari orang tua lhoh, bebas mau ngapa-ngapain lhoh..'
Perasaan ini sama ketika once upon a time pas kelas 3 SMA semester akhir banyak mahasiswa-mahasiswa dari perguruan tinggi yang mempromosikan jurusan maupun universitasnya. 'Wahhh, dewasa banget ya mereka.. Mereka ngekost sendiri lhoh, mereka merantau lhoh, jauh dari orang tua lhoh, bebas mau ngapa-ngapain lhoh..'
Pemikiran-pemikiran seperti itulah yang menjejali saya pada waktu
itu. Dan gak taunya, ketika saya sedang melalui fase ini, ternyata, me is
always me. Saya masih nggak berubah. Meski benar saya hidup jauh dari orang
tua, ngekost, merantau, bebas atau lebih bebas dibanding waktu sekolah, tapi
tetap saya masih hidup dari penghidupan orang tua. Saya masih belum banyak
berubah karena saya masih belum mengalami fase hidup untuk saya sendiri dan
hidup untuk penghidupan orang tua. Hmmm, mereka yang seperti itu lebih keren...
*tu kannnn muncul lagi pemikiran2 model gitu.
Well then, kenapa saya selalu ngeliat ke atas dan sering lupa buat
nengok masa lalu saya?
apakah ada untungnya dengan sesekali ngeliat lewat spion (baca. ngechek belakang)?
tentu donk. Dengan begitu kita jadi tau gimana kita tumbuh dan
dewasa. Meski saya yakin, pemikiran kayak 'ternyata saya dulu waktu SMP SMA
alay banget' atau 'orang yang udah kerja itu keren banget, bisa belanja pake
duit sendiri, bisa ngebeliin orang tua sesuatu, dll' masih bakal tetap ada
dengan subyek yang semakin meningkat pangkatnya berikut dengan predikat yang
mengikutinya. Karena masa lalu itu untuk dikenang, dan batu loncatan kita ke depannya.
Saya jadi keinget postingan dosen saya, sesekali liat spion (cek belakang) sih boleh tapi biar slamet tetep kudu liat ke depan.
*lumerrrr*
Saya jadi keinget postingan dosen saya, sesekali liat spion (cek belakang) sih boleh tapi biar slamet tetep kudu liat ke depan.
*lumerrrr*
Tapi kali ini, secara tak sengaja saya mengeluarkan quote yang
*wahh banget* bagi saya.
Me is always me.
Hehe
Kkeut *end*
move on bung, move oooooon..
BalasHapus:))
iya bung, tapi bensinnya yang gada nih -_-"
BalasHapus