Minggu, 11 September 2011

Keterkaitan Hak Asasi Manusia dengan Penataan Ruang



Hak asasi manusia merupakan sebuah wewenang yang dimiliki seorang manusia dalam memperjuangkan kehidupannya. Penataan ruang sebagai upaya pemerintah dalam mengatur laju pertumbuhan pembangunan penduduk, tentu juga memperhatikan hak asasi manusia terutama masyarakat banyak. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 7 ayat (3), yakni penyelenggaraan penataan ruang dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa penataan ruang tidak serta merta demi kesejahteraan pemerintah, dan bahkan masyarakat secara umum, namun juga kesejahteraan individu yang terkait.
Berkali-kali disebutkan dalam undang-undang tersebut mengenai hak setiap orang dalam ketentuan penataan ruang. Contohnya adalah pada pasal 16. Ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa suatu produk rencana tata ruang dapat ditinjau kembali dan tinjauan tersebut berupa rekomendasi dapat berlakunya rencana tata ruang yang telah ada atau harus direvisinya rencana tata ruang tersebut. Sedangkan pasal 16 ayat (3) menegaskan bahwa jika rencana tata ruang memang perlu direvisi maka proses tersebut dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60 dalam Undang-undang Penataan Ruang menyebutkan bahwa dalam penataan ruang setiap orang memiliki hak. Setiap orang berhak untuk :
a) mengetahui rencana tata ruang;
b) menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c) memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d) mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e) mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f) mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Indikasi program penataan ruang dalam menghormati hak masyarakat adalah pemberian insentif dan disinsentif (pasal 38). Insentif yang merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
a) keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
b) pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c) kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d) pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Disinsentif sendiri merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
a) pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
b) pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat. Hal ini dikarenakan hakikat dari insentif dan disinsentif itu sendiri adalah memberikan arahan bagi masyarakat berupa kewajiban dan larangan dalam pembangunan “secara halus”, yaitu dengan membatasi hak asasi penduduk agar mengarah sesuai dengan kebijakan tata ruang dengan menghormati hak asasi mereka.
Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah (pasal 33 ayat (3)). Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya (pasal 33 ayat (4)). Pernyatan yang tertera pada Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang itu menjelaskan bahwa pemerintah selaku pemangku kewenangan juga memiliki hak dalam penataan ruang, yaitu pengalihan hak atas tanah individu. Namun yang perlu diketahui di sini, terkadang masalah pengalihan hak tersebut merentet panjang karena tidak terpenuhinya hak-hak yang dituntut masing-masing pihak.
Pemerintah memberikan wewenang kepada pihak swasta untuk membangun suatu proyek di tanah miliki individu dengan syarat penduduk yang bersangkutan rela melepaskan haknya. Amanat tersebut terkadang diartikan oleh pemegang proyek pembangunan sarana prasarana kepentingan umum dengan mengambil alih kuasa tanah tanpa harga yang sesuai. Akibatnya penduduk menolak dan berakibat panjangnya proses diskusi pengalihkuasaan yang seringkali membuat proyek terbengkalai.
Pemerintah dalam hal tersebut jelas memiliki hak sebagai penengah atau pihak netral karena fungsi utamanya yaitu melindungi kesejahteraan setiap masyarakat, dalam hal ini yaitu penduduk pemilik hak atas tanah, pelaku pembangunan proyek, dan masyarakat luas yang nantinya akan menikmati hasil proyek tersebut. Oleh karena itu jelas sekali bahwa hak asasi manusia penting artinya dalam penataan ruang karena manusia itu sendiri lah yang merupakan subyek dan obyek tujuan penataan ruang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar